Konsep green tak bisa lagi disematkan hanya untuk gimmick marketing maupun sekadar mengusung green sebagai sebuah kerindangan pepohonan. Masalah lingkungan yang kian nyata kita hadapi membuat kita harus menerapkan konsep green secara sungguh-sungguh guna menjamin kelangsungan lingkungan kita khususnya untuk generasi mendatang.
Karena itu menjadi kewajiban semua pihak, khususnya kalangan pengembang dengan berbagai proyek propertinya yang sering dituding merusak alam. Di Indonesia, tolok ukur untuk membuat sebuah gedung dengan konsep green yang lebih environmental friendly sudah dikeluarkan oleh lembaga nirlaba Green Building council Indonesia (GBcI).
Saat ini lembaga yang sama juga mengeluarkan tolok ukur green untuk kawasan atau disebut “Greenship Neighborhood” atau kawasan. Menurut chairperson GBcI, Naning Adiwoso, tolok ukur “Greenship” dikeluarkan untuk menjadi tolok ukur bagi para pelaku industri bangunan dalam menerapkan best practice dan mencapai standar yang terukur dan bisa dipahami oleh masyarakat umum. Standar yang ingin dicapai melalui “Greenship” ini terwujudnya konsep green building sejak dalam tahap perencanaan, pengoperasian, hingga pemeliharaan sehari-hari.
“Untuk Greenship Neighborhood sendiri disusun untuk menyebarkan dan menginspirasi semua pihak yang berkepentingan untuk mewujudkan kawasan yang lebih berkelanjutan yang menjadi tanggung jawab kita bersama khususnya para stakeholder di bidang properti,” ujarnya saat peluncuran Greenship Neighborhood di Jakarta.
Akan banyak manfaat yang diperoleh dari penerapan konsep green untuk kawasan ini. Selain untuk menjaga kelestarian dan keseimbangan ekosistem, dengan adanya tolok ukur jelas ini bisa membuat kawasan yang sehat dengan meningkatkan kualitas iklim mikro, menerapkan asas keterhubungan,kemudahan, keamanan dan lainnya selain menjaga keseimbangan antara ketersediaan sumber daya alam.
Naning menyebut paling tidak ada tujuh hal yang harus diperhatikan untuk menciptakan sebuah kawasan yang lebih green berdasarkan patokan “Greenship” yang sudah dikeluarkan ini. Sekali lagi, green ini bukan sekadar artifisial tapi benar-benar sebuah tuntutan yang harus mulai kita wujudkan paling tidak secara bertahap. “Dengan adanya perangkat penilaian ini, diharapkan dapat mendorong para pelaku industri dan pemangku kepentingan untuk menerapkan konsep yang lebih berkelanjutan pada kawasannya. Mari kita wariskan tanah, air dan udara yang sehat untuk generasi mendatang karena bumi ini milik kita semua,” katanya menegaskan.
Berikut tujuh faktor yang harus diterapkan untuk mewujudkan kawasan yang green berdasarkan patokan “Greenship Neighborhood”
1. Land Ecological Enhancement (Peningkatan Ekologi Lahan)
Pembangunan kawasan yang dilakukan harus dapat menunjang berlanjut kawasan dan kualitas ruang secara makro, tanpa mengurangi kualitas ekologi kawasan. Adanya penyediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) diperlukan untuk menciptakan lingkungan yang sehat bagi masyarakat dan untuk meningkatkan kualitas iklim mikro di sekitar area kawasan serta mengurangi Urban Heat Island (UHI). Upaya pelestarian keanekaragaman hayati di hutan atau taman kota juga diperlukan bagi kelangsungan spesies asli (flora dan fauna) sebagai daya dukung lingkungan perkotaan.
2. Movement and Connectivity (Pergerakan dan Konektivitas)
Dilakukannya kajian aksesibilitas,untuk pergerakkan manusia, barang, dan kendaraan menjadi syarat utama sebagai antisipasi isu kemacetan yang umumnya terjadi di kawasan perkotaan. Kategori ini juga mendorong terselenggaranya kehidupan dan penghidupan dalam beraktivitas. Beberapa hal yang ditekankan adalah menjadikan pejalan kaki sebagai prioritas, membuka akses keluar kawasan, memberikan kemudahan pencapaian bagi semua orang, penyediaan berbagai prasarana dan sarana, serta berbagai fasilitas umum lainnya yang memadai serta mendukung mobilitas masyarakat sekitar.
Keterhubungan dengan semua fasilitas dan infrastruktur ini memberikan kemudahan dan fleksibilitas agar efisiensi energi dan biaya dapat tercapai serta mendorong pola hidup sehat bagi masyarakat serta mengurangi ketergantungan penggunaan kendaraan pribadi.
3. Water Management and Conservation (Manajemen dan Konservasi Air)
Kategori ini ditujukan untuk menum buhkan kesadaran akan pentingnya mengetahui potensi sumber air yang ada, berapa kebutuhan akan air bersih, dan bagaimana pengelolaannya. Ketiganya penting untuk menjaga keseimbangan antara kebutuhan dan ketersediaan di masa mendatang. Upaya kelola dan konservasi air kawasan antara lain: pengolahan air limbah kawasan, menggunakan sumber air alternatif mandiri seperti air hujan atau mengolah air sungai, sistem manajemen limpasan air hujan secara terpadu untuk mengurangi beban drainase perkotaan, serta konservasi zona penyangga badan air.
4. Solid Waste and Material (Limbah Padat dan Material)
Pengelolaan limbah padat di kawasan menjadi penting guna meneruskan semangat pengelolaan limbah padat pada gedung dan rumah. Penyediaan fasilitas dan pengelolaan secara terpadu di kawasan dapat menjadi benang penghubung dan memastikan berjalannya pengelolaan sampah yang ramah lingkungan. Selain pengelolaan limbah padat, kategori ini juga mengangkat pemilihan material infrastruktur jalan yang digunakan. Penggunaan material dari dalam negeri dan material daur ulang maupun pemakaian kembali pada material infrastruktur jalan dapat mengurangi jejak karbon dan mendorong pertumbuhan ekonomi dalam negeri.
5. Community Well-being Strategy (Strategi Kesejahteraan Masyarakat)
Masyarakat adalah stakeholder penting dalam pengembangan kawasan karena masyarakat adalah bagian dari kawasan. Kategori ini mendorong upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat antara lain yang terkait dengan rencana pengembangan bisnis kawasan, memfasilitasi agar masyarakat dapat berinteraksi dan beraktivitas,serta penyelenggaraan kawasan yang aman dari kejahatan dan bencana alam.
Selain itu promosi gaya hidup berkelanjutan kepada masyarakat dengan sosialisasi atau melibatkan masyarakat pada program tersebut dapat menciptakan interaksi sosial yang dinamis sebagai modal sosial. Kawasan yang mempertahankan karakter budaya lokal juga patut diapresiasi untuk menjaga ciri khas kawasan dan melestarikan keanekaragaman budaya di Indonesia.
6. Building and Energy (Bangunan dan Energi)
Kategori ini memberi apresiasi kawasan yang mendorong penerapan green building dalam kawasannya sebagai satu kesatuan
elemen pembangunan hijau, penghematan energi dalam kawasan, penggunaan energi alternatif, serta pengurangan polusi cahaya dan suara.
7. Innovation and Future Development (Inovasi dan Pengembangan)
Untuk memastikan pelaksanaan konsep berlanjut pada kawasan di masa mendatang, diperlukan adanya arahan berlanjut sebagai pedoman penerapan kawasan ramah lingkungan. Adanya inovasi-inovasi yang dapat mengembangkan fungsi lingkungan, sosial, dan ekonomi di kawasan diapresiasi pada kategori ini.
Sumber Berita: http://www.rei.or.id/
Komentar
Posting Komentar